Tsunami Museum: Sebuah Cara untuk Mengenang Luka…(2)

16

Selain itu pengunjung juga diajak berjalan melewati lorong sempit yang agak remang, di sisi kiri dan kanannya ada air terjun yang dapat mengeluarkan suara gemuruh air yang tentunya dapat menghadirkan dan mengingatkan kita pada suasana kepanikan saat tsunami datang, kemudian juga ada the hill of light.


Atapnya menggambarkan ombak sedang di lantai pertama dipamerkan rumah tradisional Aceh yang dilengkapi dengan peralatan untuk bisa bertahan menghadapi tsunami.

Museum Tsunami juga mengandung nilai-nilai religi, seperti ruang yang disebut ‘The Light of God‘. Ruang berbentuk sumur silinder itu dipenuhi nama para korban dan menyorotkan cahaya ke atas dengan tulisan arab “Allah” merupakan cerminan dari Hablumminallah (konsep hubungan manusia dan Allah).

17

 Tak hanya itu, Desain ini juga sarat dengan konten lokal. unsur tradisional berupa tari Saman diterjemahkan dalam kulit luar bangunan eksterior. Tarian Saman sebagai cerminan Hablumminannas (konsep hubungan antar manusia dalam Islam) distilasi kedalam pola fasade bangunan. 15

 Tampilan eksterior karya tersebut juga mengekspresikan keberagaman budaya Aceh melalui pemakaian ornamen dekoratif unsur transparansi elemen kulit luar bangunan.

Dalam menyikapi konteks urban, bangunan didesain agar dapat berfungsi juga sebagai sebuah taman kota. Lahan terbuka sebagai hasil bangunan yang diangkat di desain untuk dapat menyeimbangkan skala manusia dan bangunan.

 Yang menarik, desain museum ini memiliki escape hill, sebuah taman berbentuk bukit yang dapat dijadikan sebagai salah satu antisipasi lokasi penyelamatan terhadap datangnya banjir atau tsunami. Kemudian denah bangunan merupakan analogi dari epicenter sebuah gelombang laut tsunami.

Selain taman untuk evakuasi pengunjung juga dapat meletakkan karangan bunga, semacam personal space dan juga ada memorial hill serta ruang pameran.

 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Ibu Negara hari Senin (23/2) siang meninjau bangunan fisik` Aceh Tsunami Museum`, yang baru saja diresmikan. Museum yang berjarak lebih kurang 200 meter dari lapangan Blang Padang tersebut memiliki empat lantai, dengan luas bangunan 6.000 M2 di atas lahan 10 ribu M2.

Sejak diresmikan beberapa hari lalu oleh Presiden Susilo Bambang Yudoyono museum tsunami Aceh yang terletak di jalan T. Iskandar Muda di ibukota Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Banda Aceh sudah dibuka dan ramai dikunjungi masyarakat Banda Aceh dan Aceh Besar.14

 Selain mengambarkan kejadian tsunami yang pernah melanda Aceh pada 26 Desember 2004, Meseum Tsunami juga bisa menjadi salah satu obyek wisata dan pembelajaran bagi masyarakat.

Tiap tahun tanggal 26 Desember selalu dikenang. Setelah empat tahun tsunami semua kenangan itu di simpan dalam sebuah musium tsunami Aceh, bernama ‘Rumoh Aceh Escape Building Hill’. Kelak anak cucu bisa mengingat kembali sejarah yang maha pahit di abad modern setalah 25, 50 sampai 100 tahun kedepan. (tamat)

Referensi :

www.detiknews.com, www.hinamagazine.com, www.seulanga.com www.bbc.co.uk, www.sembiring.com, www.batampos.co.id www.thejakartapost.com

by : Fera Aceh

Tsunami Museum: Sebuah cara untuk mengenang luka..(1)

Bencana tsunami 26 Desember 2004 di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan belahan dunia lainnya diawali gempa bumi dahsyat berkekuatan 9,3 skala Richter yang berpusat di Samudra Hindia, lepas pantai barat Aceh pukul 7.58 WIB. Saat bencana tsunami terjadi, sekitar 240.000 orang tewas dan setengah diantara korban jiwa itu berada di Aceh.  

Bencana itu mendorong masuknya bantuan internasional terbesar yang pernah disalurkan di Aceh sepanjang sejarah.

Kejadian itu telah menyentuh perasaan bangsa Indonesia dan masyarakat dunia. Oleh sebab itu, dalam rangka pembelajaran dan pemberian pemahaman tentang tsunami serta pengembangan budaya dan wisata di NAD  dibangunlah sebuah Museum Tsunami di Ulee Lheu Kecamatan Meuraxa Kota Banda Aceh.

4

 Konsep bangunan…

Desain yang berjudul Rumoh Aceh Escape Hill karya M Ridwan Kamil telah memenangkan sayembara lomba desain museum tsunami Aceh. Jika dilihat dari disain bangunan, museum atau “Rumoh Aceh Escape Building “ yang berdiri di atas areal 10.000 m2 itu mengambil ide dasar rumoh Aceh yakni rumah tradisional masyarakat Aceh berupa bangunan rumah panggung.

 Bangunan Rumah Panggung Aceh diambil sebagai analogi dasar massa bangunan. Dengan konsep rumah panggung, bangunan ini juga dapat berfungsi sebagai sebuah escape hill jika seandainya terjadi bencana tsunami di masa datang.

 Latar belakang pembangunan…

Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi NAD-Nias, mengungkapkan latar belakang pembangunan NAD Tsunami museum yaitu : “Manusia adalah mahluk sejarah. Kita selalu ingin mengenang peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupan. Dengan mengenang, kita akan mengingat dan belajar pada sebuah peristiwa dalam rangka mencapai kehidupan yang lebih baik, misalnya melalui situs, monumen, museum dan bentuk lainnya, sebagai media bentuk-bentuk ekspresi untuk mengabadikan kenangan. Pendirian Museum pada bagian kota yang terkena musibah tsunami paling dahsyat ini penting dilakukan untuk membangun kesadaran warga dan masyarakat dunia tentang gerak alam yang sesekali mengancam kita. Kealpaan kita terhadap Tsunami selama berabad-abad telah memberi dampak buruk pada tata ruang, sehingga tata ruang kita selama ini discordant terhadap alam.”

fungsi dari museum tsunami yaitu :

1. Sebagai objek sejarah, dimana museum tsunami akan menjadi pusat   penelitian dan pembelajaran tentang bencana tsunami.

2. Sebagai simbol kekuatan masyarakat Aceh dalam menghadapi bencana tsunami.
3. Sebagai warisan kepada generasi mendatang di Aceh dalam bentuk pesan bahwa di daerahnya pernah terjadi tsunami.

4. Untuk mengingatkan bahaya bencana gempa bumi dan tsunami yang mengancam wilayah Indonesia. Hal ini disebabkan Indonesia terletak di “Cincin Api” Pasifik, sabuk gunung berapi, dan  jalur yang mengelilingi Basin Pasifik. Wilayah cincin api merupakan daerah yang sering diterjang gempa bumi yang dapat memicu tsunami.

Pembangunan gedung ini adalah kerja sama dari empat pihak terkait, yaitu Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Pemerintah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Pemerintah Kota Banda Aceh, dan Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi NAD-Nias.

Anggaran untuk pembangunan museum ini sekitar US$ 6,7 juta atau sekitar Rp. 60 milyar

Tidak hanya sebuah bangunan monumen, tapi juga sebuah museum tsunami yang monumental. Sebuah bangunan yang mampu mengekspresikan kejadian tsunami 26 Desember 2004.  Dirancang sebagai perlambang untuk mengenang bencana tsunami, museum ini juga akan digunakan sebagai pusat pendidikan. Selain itu juga bisa berfungsi sebagai tempat penampungan sementara jika bencana tsunami kembali menghantam kawasan itu.

Makna yg terkandung dalam bangunan…

Museum ini merupakan salah satu museum paling unik di Indonesia. Keunikannya ada pada fisik bangunannya yang menggambarkan peristiwa tsunami yang meluluh-lantakkan sebagian wilayah di provinsi ujung paling barat Indonesia ini.

Museum tsunami yang penuh perlambang ini berdiri seperti mercu suar di Banda Aceh dengan bentuk kapal yang terdiri dari 4 tingkat dan dihiasi dekorasi bermotif Islam.

3

Gedung berlantai tiga yang bentuknya mirip perahu itu memang didesain khusus, sehingga menyerupai rumah panggung.

Makanya, bagian bawah gedung dikosongkan. Hanya tampak kaki-kaki kokoh  fondasi gedung. Lantai pertama pun tingginya sekitar empat meter dari lantai dasar.

5

lantai pertama museum merupakan ruang terbuka sebagaimana rumah tradisional orang Aceh. Selain dapat dimanfaatkan sebagai ruang publik, jika terjadi banjir atau tsunami lagi maka air yang datang tidak akan terhalangi lajunya.

 11

lantai itu memang dibuat tinggi agar jika  terjadi gelombang laut naik, lantai pertama tetap aman. 

13

Setiap lantai (berukuran 25 meter X  20 meter) di BEI bisa menampung ribuan warga dalam kondisi darurat.

(bersambung..)

By : Fera Aceh

Anak Siapa Iniii….??

Keceriaan anak-anak di pengungsian (www.internews.org)

Keceriaan anak-anak di pengungsian (www.internews.org)

Menjadi koordinator relawan bagi 1500 orang pengungsi pasti menyisakan banyak kenangan. Terkadang kita dibuat terharu dengan kisah mereka yang selamat berjuang dari kejaran gelombang tsunami dan kehilangan harta serta keluarga tercinta. Diwaktu yang lain kita dapat dibuat jengkel menghadapi pengungsi yang tidak sabaran dan mengomel-ngomel dengan menu makanan atau dengan pelayanan para relawan yang sebenarnya tidak pernah mendapat bayaran. Mudah marah dan stress adalah hal yang biasa kita temukan dalam kehidupan tenda pengungsi. Namun polah dan tingkah pengungsi terkadang juga bisa mengundang tawa mengusir penat badan yang seharian mengurusi seluruh keperluan mereka. Berikut salah satu kisah Bedoel dan kawan-kawannya dalam menangani pengungsi yang nakal.

 

Di suatu siang pembagian santunan bagi anak-anak yatim di pengungsian, terdengar pertengkaran di luar mesjid. “Emangnya mereka semua anak yatim, nggak percaya aku”, seorang bapak berteriak. “Lho darimana bapak tau”, Jack membalas dengan teriakan tak kalah keras. Bedoel bersama beberapa relawan yang sedang memasukkan bahan makanan ke dalam plastik untuk dibagi segera berlari ke TKP melihat para pengungsi berkerumun diantara Jack yang menarik kerah baju si bapak. “Da apa ni jack?”, Bedoel melerai mereka berdua. “ini ni bang. Dia minta bantuan anak yatim ini. Terus aku mau dipukul ama dia” ujar Jack. “lho memangnya anak bapak anak yatim. Bantuan barusan kan udah diamanahin sama donatornya khusus buat anak yatim”, kata Bedoel. “tapi bantuan apapun anakku ga pernah dapat”, kata si Bapak. Si Jack kembali maju emosi memegang kerah si bapak, “apa perlu anak bapak saya yatimkan?”. Bedoel kembali memegang jack yang sudah sangat emosi, “ Udah Ted bawa bapak ini ke kantor aja dech”, ujar Bedoel pada Dedi relawan lain yang sudah berada di TKP juga.

Sebenarnya kantor yang disebut Bedoel lebih tepat disebut sebagai gudang. Ruangan 3×3 tersebut telah penuh berisi bantuan buat ibu-ibu yang belum sempat dibagi ditambah lemari arsip anak-anak TPA (taman pendidikan Al-Quran) dan sebuah computer Pentium II yang sudah megap-megap lengkap dengan mejanya. Namun entah bagaimana pada malam hari ruangan itu bisa disulap menjadi tempat tidur bagi 10 orang relawan.

“Bapak ini mau apa sebenarnya?”, Tanya Bedoel. “aku mau bantuan adil aja. Aku ga pernah dapat”, katanya. “Udah bang, usir aja. Dia udah banyak buat gara-gara sebelumnya. Provokasi pengungsi dan nuduh relawan yang bukan-bukan. Padahal dia baru datang dua minggu disini”, ujar Jack. Relawan lain juga mengangguk setuju. “Kalian panitia ga beres! Aku mau pergi aja kalo terus kayak gini!”, si Bapak menantang.

“Silahkan. Silahkan Bapak pindah sore ini juga.  Saya ga ingin melihat  tenda bapak ada disini lagi malam ini”, Bedoel berkata dengan tenang tapi tegas. Tampaknya kesabarannya juga sudah habis. Si Bapak tampak terkesiap namun sepertinya dia tak mungkin lagi menjilat air ludahnya sendiri.  Dia pergi menjauh duduk dibalai-balai pengajian dan terdiam.

“Ga mungkin anak bapak tu tidak dapat apa-apa. Kita bagi bantuan ke semua anak kok”, ujar salah seorang cewek yang ikut membantu mengurusi anak-anak pengungsi.  “Ted coba jemput anak bapak ini di sekolah. Kita tanya langsung ke dia”, kata Bedoel. “siap boss..!! sahut Dedi. Anak-anak yang mengungsi di mesjid ini sekolahnya dititipkan di desa terdekat. Biarpun di pengungsian mereka harus tetap mendapat pendidikan yang layak. Tak berapa lama Dedi kembali dengan seorang anak. Pengungsi yang lain mulai berkerumun kembali. Iskandar yang sehari-harinya mengurus pendataan pengungsi maju dan bertanya ke si Anak.,  “kamu dapat tas sekolah?”. “dapat..”, sahut si anak. “buku?”. Dapat juga. “pensil dengan alat gambar?”. Dapat mandum1 bang, sahut si anak dengan bahasa aceh yang kental. “apa juga ga pernah dapat. Memang bohong bapaknya” ujar Jack dengan emosi.. “itu bapak kamu?” Tanya bedoel tiba-tiba curiga. Anak itu melongo, “Bukan bang”. Lhoooo…..jadi anak sapa ini.  Hahahahaha…Dasar lu ted. Semua ga bisa nahan ketawa.

Selidik punya selidik ternyata anak tersebut memiliki nama yang sama dengan anak si Bapak ^_^

 

1 Mandum = semua.